Namanya Ares Ia teman sekelasku, dua baris bangku di
depanku. Dia duduk sama Dimas, sedangkan aku sama Rara.
Wajahnya sebenarnya manis, sayang dia sangat pendiam dan
jarang tersenyum. Beberapa malah menganggapnya sombong karena jarang menyempatkan diri untuk sekedar menyapa anak-anak
yang kebetulan berpapasan dengannya di lorong kelas. Aku juga sempet ngira gitu, sehingga beberapa
bulan berlalu sekelas dengannya di XI.IA.2 hampir tak pernah mengobrol, hanya
sekedar bertegur sapa seperlunya saja. Aku cuma tahu nama lengkapnya Ares
Pradipta , teman sebangku Dimas, jebolan X3 titik.
Naksir? Ya gak lah. Kenal juga kagak.
Aku naksir teman sebangkunya, Dimas. Anaknya ramah, supel dan mudah bergaul, enak
bawaannya kkamu ngobrol ama dia. Tapi dia udah punya pacar, sayangnya aku gak
suka milik orang. Aku mundur teratur dan perlahan-lahan menghilang.
Aku mulai mengenalnya setelah
semesteran (UAS), Mading sekolah kami memajang puisi-puisi anak kelas XI. Aku suka banget salah satu
puisi dengan inisial “A.P. XI.IA.2” yang bikin aku lari ke kelas nyari buku
absen untuk memastikan. Benar, Ares Pradipta. Siapa sangka cowok pendiam itu
bisa menulis puisi yang sangat menyentuh? Tiga kata. Puitis. Romantis. Keren.
Beberapa hari setelah membaca
puisinya, aku nanya inisial puisi itu ke si empunya langsung, gak pake sms, bukan
karena aku gak punya pulsa tapi aku gak punya nomer Hpnya. Ckckkk . Ares sempet
keliatan kaget tapi dia berhasil mengatasinya dengan baik. Ternyata dia gak
sombong, Cuma mungkin belum beradaptasi aja. Belum saling kenal bisa jadi dia
binggung harus mulai dari mana. Oke, salah aku yang tarik kesimpulan seenak
jidat aku. Basicly, dia adalah jebolan kelas X3 yang terkenal sunyi sepi-nya.
Kelas paling “angker” disekolah kami. Yah mau gimana lagi? Jadi jangan seratus
persen salahin aku.
Dan kami baru memulai hubungan
pertemanan kami ketika kami memasuki akhir masa SMA kami di XII.IA.1 dan sampe
sekarang ini yang buat aku nyesel setengah mati.
“Tumben berangkat pagi-pagi?”
Tanya seseorang pas aku lagi nyalin PR fisika yang bekamum kelar aku
kerjain semalam.
“Ya, sengaja berangkat pagian mau
nyalin fisika dulu sebelum pak Warno datang. Hehe” jawab aku, mendongakkan
kepala dan ternyata Ares. Pagi juga yah
dia berangkatnya, “kamu udah kelar emangnya, Res?”.
“Tinggal dikit, kamu lagi nyalin
punya siapa?” sambil meletakkan tasnya.
“ Putra ” Salah satu murid yang
paling pintar di kelas kami, untuk urusan hitung menghitung dia jagonya.
“Sekarang anaknya mana? Ko sepi?”
tanyanya lagi.
“Coba cek kelas sebelah, tuh anak
kan biasanya lagi ngobrol sama Wanto.”
“hmm,, Rara mana?”
“Nggak tau, paling lagi cari cowok cakep lewat.”
“Ha ha,, bisa aja. Ya udah
lanjutin deh nulisnya. Biar bisa njawab, kali kamu di suruh maju” ujarnya
sembari tersenyum dan berjalan keluar kelas.
“Jangan nyumpahin dong.” Aku
ngedumel dan makin sebel liat dia yang ketawa.
“Udah lanjutin nulis. Aku mau ke
kelas sebelah. Bye.” Dia hanya tersenyum, meletakkan tasnya dan melewati pintu
penghubung ke kelas sebelah, XII.IA.2
Orang yang menarik.
* **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar