Sabtu, 01 Juni 2013

Dreams Come True


Saat menggembirakan akhir-akhir ini dalam hari kerjaku adalah ketika aku melihat orang asing yang tampan itu setiap pagi.

Aku bergegas melalui lobi menuju lift secepat mungkin kaki dan kesopananku mengijinkan, melewati tangga dan kru service pada sistem listrik bangunan ini. Orang asing berambut gelap itu seperti jam, tiba di lift pukul 08:20 setiap hari kerja, dan tak terkecuali pagi ini. Aku berebut jalan melalui kerumunan sampai aku berdiri berdekatan, tapi tidak begitu mencolok pada orang asing itu dan menatap pintu lift sambil berpura-pura mengabaikannya. Ini bukanlah permainan, meskipun kadang-kadang aku merasa seperti itu. Pria tampan manapun selalu berada beberapa langkah di luar lingkup pengaruhku dan bahkan sekarang ketika aku sudah dewasa itu tidak berubah.  Aku akan mengagumi mereka diam-diam dan memperhatikan dalam-dalam.

Bukan berarti seorang wanita tidak bisa bermimpi. Kami bebas bermimpi. Sama halnya laki-laki.

Pintu terbuka dan aku bergerak dengan kerumunan kecil masuk ke dalam lift, memastikan menekan lantai tempatku bekerja. Bangunan sedang di upgrade menjadi baru, setting yang lebih modern tapi untuk saat ini mereka masih memiliki lift model lama. Lebih kecil dan lebih lambat dari model saat ini, kotak logam ini masih tetap melakukan tugasnya saat bergerak sampai ke lantai atas.

Aku mengatur kembali tas besar di lenganku, melirik sekilas ke samping dan beradu pandang dengannya. Apakah dia tahu aku menatapnya? Tersipu, aku berbalik untuk memandang kedepan saat lift terbuka untuk membiarkan orang lain menuju lantai mereka. Perhentianku masih sebelas lantai lagi di mana aku melakukan entri data sebagai pekerjaan temporer untuk sebuah biro perjalanan. Perusahaan membentang sebagian besar berkantor di lantai atas, tetapi kantor kecil dan bilikku terselip di sudut yang terlupakan dekat bagian tengah.

Aku menyukai jas potongan bersih yang terlihat cocok dan pria berkulit gelap ini selalu tanpa cela mengenakan jas dan dasi yang mungkin harganya lebih mahal dari satu bulan gajiku. Segala sesuatu tentang dia menjeritkan masyarakat kelas tinggi, jauh diatas kelasku, tapi itu tak pernah menghentikan kehidupan fantasiku tentang dirinya. Orang asing tampan ini adalah bagian dari impianku, wajah yang aku lihat ketika menutup mataku untuk tidur. Berdua menikmati makan malam di restoran dikelilingi cahaya lilin. Aku sejenak berpikir tentang itu dan senyuman pelan-pelan tersebar di wajahku. Tak butuh banyak usaha untuk membuatku meneruskan, tapi bayangan dalam pikiranku bahwa aku diajak berkencan dengannya, menikmati sunset di tepi pantai,, hmm..  Sangat meyenangkan membayangkan semua itu terjadi dihudupku.


Orang-orang terus keluar dan saat pintu lift tertutup, aku menarik diri dari lamunan saat aku menyadari bahwa, untuk pertama kalinya, aku benar-benar sendirian dengan orang asing berkulit gelap ini. Melonggarkan tenggorokanku dengan gugup, aku merapikan rok pensil dengan tanganku saat Lift tua mulai melanjutkan perjalanan ke tempat kerjanku. Bernapas, Nindy , hanya bernapas. Tiba-tiba perutku menegang. Dan aku tahu ini dikarenakan sosok tampan yang berada di belakangku yang selalu hadir di mimpi-mimpiku.

Aku mendengar gemerisik samar di belakangku, kemudian lengan yang besar muncul di sampingku dan menekan tombol merah pada panel. Segera lift berhenti bergerak dan sebelum aku bisa mengatakan apapun dua lengan muncul di kedua sisi kepalaku dan suara yang rendah di samping telingaku bergumam, "Aku melihatmu di lift ini setiap pagi. Kau melakukannya dengan sengaja?"

Terkejut dalam diam, aku hanya bisa berkedip dengan mata terbelalak kebingungan. Haruskah aku mencubit diriku sendiri? Apakah ini benar-benar terjadi? Dia bicara padaku?

 "Ap,, apa…??" aku segera melupakan apa pun yang aku akan katakan saat aku merasa tangannya menyentuh pipiku.

“Kau sengaja mengintaiku tiap hari kerja? Hmm..” tangannya masih berada dipipiku dan merapikan rambutku. “ Siapa namamu..?”

“Ni… Nindy” aku hampir melupakan namaku karena pengaruh orang asing ini. Syukurlah tidak sampai hal memalukan itu terjadi.

”baiklah Nindy… senang berkenalan denganmu.. bagaimana kalau kita nanti makan siang diluar?” ujarnya

“Apaa…” aku membelakkan mataku, ak percaya dengan apa yang telingaku dengar.

“jam 12 aku menunggumu di lobi”

Tingggg!!

Aku sudah sampai di lift tempatku bekerja. Aku menggerakkan kakiku yang terasa kenyal bak jelly dan menyeretnya keluar lift.

“jam 12 di lobi bawah” serunya

Aku masih tak percaya dengan hal yang baru terjadi, ku cubit lenganku sendiri, “awww…”

Sepertinya kenyataan lebih indah dari mimpi-mimpiku selama ini.
Dreams come true….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar